Ujub, Menganggap Diri Mulia
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
UJUB JUGA MERUPAKAN PENYAKIT HATI
Mula-mula ujub itu hanya berada di dalam hati, yakni menganggap dirinya paling mulia, paling segala-galanya dan paling sempurna dibandingkan orang lain.
Karena anggapan yang demikian itu maka hatinya merasa puas dan bangga apa yang dirasa kelebihan pada dirinya.
Kemudian berkembang menjadi suatu perkataan yang mengungkapkan tentang pandangan manusia kepada dirinya sendiri yang mulia.
Padahal yang demikian ini sangat dicela dalam agama dan dibenci Allah .
Karena seseorang sudah dijangkiti penyakit ujub maka lalu ada sikap meremehkan dalam berbuat amal, maka tepatlah kiranya jika ujub ini adalah pangkal kemaksiatan, kelalaian dan kesenangan nafsu untuk merasa puas dengan dirinya.
Sedangkan orang yang merasa puas dengan dirinya sendiri karena menganggap sempurna maka dia buta dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliknya.
Ibnu Mas’ud berkata bahwa faktor penyebab keselamatan manusia itu ada dua perkara yaitu
- Bertaqwa dan Menanamkan niat sungguh-sungguh.
Sedangkan faktor penyebab kecelakaan /kebinasaan juga dua perkara yaitu
- Putus asa dan
- Membanggakan diri (ujub).
Sebaiknya sering-sering mengoreksi diri sendiri, adakah perasaan ujub dalam hati kita.
Jika memang kita :
Merasa sudah puas dengan ibadahmu,
Merasa banyak sedekahmu,
Merasa tak pernah melakukan maksiat,
maka hal yang demikian itulah yang dinamakan Ujub.
Kita harus berdaya upaya untuk mengikis habis dari hatimu sebab jika kita biarkan, maka kita akan terlena dan terperosok dalam suatu kehancuran. Amal ibadah yang kau anggap sempurna justru akan menimbulkan maksiat saja.
Dikisahkan oleh Wahab bin Munabbih bahwasannya di jaman dulu ada seorang ahli ibadah sebut saja namanya si Abid. Dia telah menjalankan ibadah dengan baik selama tujuh puluh tahun. Jika siang berpuasa dan hanya hari Sabtu ia terbuka.
Suatu ketika Abid mempunyai keinginan. Ia lalu memanjatkan doa permohonannya kepada Allah Taala . Tetapi permohonannya itu tidak dikabulkan. Si Abid pun menyesal dan mencaci dirinya sendiri.
“Wahai badanku sendiri, seandainya engkau punya kebaikan, pasti keinginan-keinginanmu dipenuhi, hal ini karena dosa-dosamu sendiri sehingga keinginanmu tak terpenuhi.
Demikian Si Abid mencaci dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya belum sempurna dalam melakukan ibadah.
Kemudian datanglah Malaikat dan berkata kepada Abid,
”Wahai anak Adam , ketika kamu tawadlu’ (berendahkan diri) hal itu lebih baik dibandingkan ibadahmu selama tujuh puluh tahun itu”
Betapa orang yang merendah diri dan tidak ujub akan ibadahnya akan lebih mulia. Seandainya si Abid merasa bahwa dirinya sudah suci dan sudah memenuhi syarat sebagai ahli ibadah, barang kali Allah akan murka padanya dan menghapuskan amal pahala ibadahnya.
Sya’by bercerita, bahwasannya ada orang yang diberi karomah, diberi kelebihan dan keistimewaan dari Allah .
Ketika panas terik, ia tak pernah kepanasan, karena kemana saja dia pergi selalu dinaungi awan diatasnya. Secara kebetulan , suatu ketika ada orang yang mengikutinya dari belakang.
Orang itu heran melihat awan terus mengikuti seseorang yang mendapat karomah. Maka orang yang dibelakang itu mengikuti terus agar turut terkena naungan awan. Tapi si mendapat karomah ini ujub.
“Tak pantas manusia seperti engkau ini berjalan bersamaku dan ingin naungan awan seperti aku,” kata orang yang mendapat kelebihan tersebut.
Ketika mereka berpisah, maka orang yang mempunyai keistimewaan itu tiba-tiba ditinggalkan awan. Awan yang menaungi lalu mengikuti orang awam yang baru saja dihina.
Umar Bin Khathob berkata :
Kesempurnaan taubat ialah selalu mengingat dosa yang telah diperbuat. Kesempurnaan amal yaitu menghindarkan ujub dalam beramal (beribadah) sedangkan kesempurnaan syukur yaitu : Menyadari adanya kekurangan atas dirinya.
Wahai saudaraku sesungguhnya penyakit ujub ini tidak hanya menjangkit orang-orang awam saja. Namun terhadap ulama dan ahli agama kadang kala hatinya terjangkit pula, jika ia tak menyadarinya.
Tak sedikit ahli ibadah dan ulama kemudian lalai, lalu timbul dihatinya rasa ujub. Karena ibadahnya yang dianggap sempurna dari yang lain, maka ujub pun menyelimuti jiwanya. Karena dirasa ilmunya lebih tinggi dari yang lainnya, lalu ujub timbul dalam hatinya.
Itulah sebabnya ulama dan ahli ibadah yang khowas (hati-hati) selalu menjaga hatinya dari penyakit ini. Misalnya ialah Umar Abdul Azis. Ketika ia memberikan khutbah, tiba-tiba ia berhenti sejenak, ada rasa kawatir kalau-kalau ujub timbul dihatinya.
Begitu juga ketika menulis surat , ia merobeknya karena takut ujub. Ditengah-tengah kekawatiran akan ujub itu, Umar Abdul Azis membaca doa :
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari keburukan nafsu ku.”
Sesungguhnya tidur semalam dengan disertai penyesalan di pagi harinya bagiku lebih baik daripada bangun sepanjang malam melakukan shalat tetapi disertai ujub di pagi harinya, demikian kata Mutharrif.
Pada hakekatnya orang yang ujub itu mudah cepat puas terhadap amal perbaikannya. Karena telah merasa puas, maka ia menganggap dirinya sudah terlepas dari dosa.
Inilah yang sangat berbahaya. Sebab akan menutup hatinya untuk melakukan taubat. Padahal jika kita menyadari, manusia tak ada yang terlepas dari khilaf dan dosa.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Aisyah ditanya seseorang dengan pertanyaan demikian.
“Sampai sejauh manakah ukuran kebaikanku ?”
“Selama engkau belum merasakan ada kebaikan di hatimu,” jawab Aisyah.
“Sampai sejauh manakah aku harus mengikuti kekeliruanku?”
“Ketika engkau merasa bahwa dirimu sudah baik,(Yakni,jika seseorang itu tekun melakukan kebaikan dan menyadari kekurangannya seperti yang dikehendaki syariat
maka harus berperasaan kurang atau belum baik, dan jika seseorang berperasaan bahwa dirinya sudah baik, maka timbullah ujub yang berarti berdosa).”
Diriwayatkan, suatu ketika Nabi Dawud pergi beribadah selama satu tahun di tepi pantai. Sesudah itu ia berdoa kepada Allah .
“Ya Allah ,punggungku terasa panas, pandanganku menjadi lemah, air mataku sudah mengering, tapi aku belum tahu bagaimana tentang nasibku,” kata Nabi Dawud mulai mengelah dan menghargai amal ibadahnya. Lalu disitu aa seekor katak yang dengan kuasa Allah bisa menjawab demikian.
“Wahai Nabi Allah , ibadahmu yang hanya setahun itu kau ungkit-ungkit. Padahal demi Allah , aku bertasbih dipesisir ini selama enam puluh tahun. Aku memuji Allah sampai persendianku terasa gemetar karena takut kepadaNya” jawab sang katak.lalu Dawud menangis menyesali dirinya yang hampir saja terperosok dalam sifat ujub.
Menurut ulama hikmah bahwasannya ada empat perkara yang dapat penghapus dari dalam hati, diantaranya ialah :
Menyadari sepenuhnya bahwa taufiq dan hidayah dalam menjalankan amal ibadah itu semata-mata karena ijin Allah . Kemudian hendaknya selalu bersyukur dan tidak membanggakan amalan.
Menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang dirasakan itu hanyalah dari Allah, kemudian hendaknya menyusurinya. Jangan membanggakan amal
Merasa kawatir kalau amalannya tidak diterima. Dengan demikian hati tak akan membanggakan amalannya
Selalu menyesali perbuatan dosa-dosanya yang telah lalu. Dan kawatir akan mengalahkan kebaikannya.
Suatu ketika Ka’ab bercerita tentang keadaan manusia di hari kiamat. Bahwasannya kelak semua menusia akan dibangkitkan oleh Allah dipadang mahsyar.
Mereka saling melihat dan mendengar dan setiap kelompok dipanggil dengan pimpinan pengajarnya, yang benar atau sesat.
Pertama dipanggil pimpinan yang benar, Ia menerima catatan amalnya dengan tangan kanan, sedang dosa-dosanya dirahasiakan.
Ia membaca bagian yang dirahasiakan (dosa-dosanya), sedang amal kebaikannya jelas dilihat banyak orang.
Katanya : “Celaka aku.”
Kemudian dibagian akhir tertulis, ’Semua dosa sudah diampuni’ ia kemudian diberi mahkota yang bercahaya terang, kemudian diperintahkan untuk memanggil bawahan yang dipimpinnya itu.
Ia kemudian menyampaikan kepada orang-orang yang dipimpinnya bahwa mereka akan mendapatkan seperti yang didapatkannya.
Pimpinan yang benar ini kemudian memohon kepada Allah dalam dosanya, “Ya Allah , jadikanlah mereka seperti yang telah kami terima”
Sebaliknya, jika pimpinan dari kelompok orang-orang yang sesat, maka ia menerima amalannya dengan tangan kiri, sebab tangan kanan dibelenggu.
Ia kemudian membaca catatan amalannya.
Kemudian malaikat menjawab, “ sesungguhnya kamu telah beramal tetapi sekarang tak mendapat balasan, semua telah di balas di dunia. “
Dosa-dosanya diperlihatkan dihadapan orang-orang sehingga meraka berkata. “Celakalah dia”.
Dibagian akhir catatan amal tertulis ”Pantaslah siksa bagimu.”
Orang tersebut kemudian wajahnya berubah menjadi hitam.
Diberinya mahkota dari neraka yang sangat gelap asapnya. Lalu diperintahkan untuk menjumpai orang-orang yang dipimpinnya.
Ia berkata, bahwa mereka orang-orang bawahannya akan menderita pula seperti aku. Orang-orang yang termasuk bawahannya (di bawah pimpinannya) berdoa : “Ya Allah , kami jangan dimasukkan golongan dia yang terkutuk.”
Akhirnya ia mengutuk dan menjauhi pimpinannya itu.
Firman Allah :
“Mereka saling mengutuk dan menuduh kafir diantara golongannya sendiri.”
Keadaan di akhirat nanti, di hari kiamat nanti, atas orang-orang yang beramal baik di dunia namun nantinya sudah ditunggangi rasa ujub.
0 comments:
Posting Komentar